Konflik Bersenjata di Sabah dan Penyelesaiannya dalam Hukum Internasional

Tulisan ini menunjukan bahwa Sabah secara hukum diakui sebagai bagian dari wilayah kedaulatan Malaysia. Fakta tersebut tidak hanya ditemukan dalam sejarah dan dasar hukum, serta prinsip uti posidetis juris. Tetapi juga Perserikatan Bangsa-bangsa menguatkannya melalui penyelenggaraan referendum di Sabah dan Sarawak tahun 1963. Konflik bersenjata di Sabah tidak dapat dikategorikan dalam konflik Internasional dan konflik non-Internasional. Namun, Konvensi Jenewa 1949, Protokol Tambahan II 1977, dan Konvensi Internasional tentang Hak Asasi Manusia dapat diterapkan dalam peristiwa konflik bersenjat... Mehr ...

Verfasser: THONTOWI, J. (JAWAHIR)
Dokumenttyp: Journal:earticle
Erscheinungsdatum: 2013
Verlag/Hrsg.: Pasundan University
Schlagwörter: International Arm Conflict / Territorial integrity / Legal Responsibility / Konflik bersenjata internasional / kedaulatan wilayah / pertanggungjawaban hukum / Indonesia
Sprache: Indonesian
Permalink: https://search.fid-benelux.de/Record/base-28827237
Datenquelle: BASE; Originalkatalog
Powered By: BASE
Link(s) : https://www.neliti.com/publications/471078/konflik-bersenjata-di-sabah-dan-penyelesaiannya-dalam-hukum-internasional

Tulisan ini menunjukan bahwa Sabah secara hukum diakui sebagai bagian dari wilayah kedaulatan Malaysia. Fakta tersebut tidak hanya ditemukan dalam sejarah dan dasar hukum, serta prinsip uti posidetis juris. Tetapi juga Perserikatan Bangsa-bangsa menguatkannya melalui penyelenggaraan referendum di Sabah dan Sarawak tahun 1963. Konflik bersenjata di Sabah tidak dapat dikategorikan dalam konflik Internasional dan konflik non-Internasional. Namun, Konvensi Jenewa 1949, Protokol Tambahan II 1977, dan Konvensi Internasional tentang Hak Asasi Manusia dapat diterapkan dalam peristiwa konflik bersenjata di Sabah. Adanya Kombatan, penggunaan senjata, dan korban jiwa, secara signifikan dapat diidentifikasi sebagai konflik bersenjata. Konsekuensi hukumnya, konflik bersenjata di Sabah dapat membuka peluang bagi beberapa pihak terlibat dimintai pertanggungjawaban hukum. Tidak hanya Pemerintah Malaysia yang dapat dibawa ke hadapan Mahkamah Internasional atas pelanggaran Konvensi Jenewa dan Hak Asasi Manusia. Tetapi juga, pihak pengikut Kesultanan Sulu dapat dibawa ke peradilan nasional atas tindakan pelanggaran keimigrasian, dan juga pelanggaran atas Undang-undang Keamanan Nasional (Internal Security Act) sebagaimana halnya dengan Undang-undang Terorisme. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan pihak Kesultanan Sulu dapat menuntut Pemerintahan Malaysia atas sengketa hak peralihan keuntungan bersifat keperdataan yang menjadi klaim dalam konflik bersenjata.